Friday, May 2, 2014

Petani Kelapa Sawit Terjebak Prilaku Konsumtif

Petani Kelapa Sawit Terjebak Prilaku Konsumtif. Setiap orang yang bertemu dengan petani yang satu ini akan merasa sensasi berbeda karena yakin pendapatannya sangat besar terutama saat ini yang terbantu dengan harga yang berada di kisaran Rp. 2.000. Tetapi dari hasil penelusuran admin konsultasi sawit ternyata berbeda karena kemewahan tersebut hanya semu dimana petani kelapa sawit banyak terjebak dengan sifat yang konsumtif. Sifat konsumtif ini terkadang membuat beberapa orang petani kelapa sawit yang bangkrut hingga kebun kelapa sawit terpaksa di jual karena tidak sanggup untuk membayar hutang kredit yang terlalu besar karena produksi terlalu sedikit.

Beberapa sifat konsumtif yang ditemukan di lapangan adalah sebagai berikut :
1.  Pinjaman di Bank terlalu besar
80% petani kelapa sawit memiliki hutang di bank yang dekat dengan tempatnya tinggal. Besar pinjaman terkadang terlalu besar sehingga sering tidak sangup untuk membayar terutama pada saat produksi kebun kelapa sawit yang sedikit. Akibatnya banyak kebun tidak terawat karena uang pendapatan sudah habis untuk membayar hutang di bank.
2. Kredit kendaraan pribadi
Dilokasi yang dikunjungi oleh admin setiap rumah petani pasti terdapat sepeda motor dengan jumlah 2 – 3 unit. Biasanya dibeli dengan cara yang kredit bukan lunas dengan pinjaman di bank akibatnya petani harus membayar bunga kredit sebanyak 2 kali ke bank dan leasing. Kredit untuk kendaraan biasanya antara Rp. 500.000 sampai dengan Rp. 1.000.000 untuk setiap unitnya perbulan.
3. Kredit elektronik dan furniture
Uang hasil pinjaman di bank biasanya habis digunakan untuk membangun rumah sehingga di butuhkan tambahan hutang untuk kredit elektronik dan furniture karena menurut petani tidak enak rasanya rumah bagus tetapi tidak ada isinya.
4 Kredit lain-lain
Kredit lain yang biasanya di miliki oleh petani adalah dalam bentuk pinjaman uang dan hutang kebutuhan pokok ke KUD untuk belanja sehari-hari dan kebutuhan yang mendesak.

Seorang petani menyebutkan bahwa saat ini untuk 1 buah sertifikat kapling kelapa sawit seluas 2 Ha dapat meminjam ke bank sebesar Rp. 100 juta jika masa pinjaman selama 4 tahun maka setiap bulan petani harus membayar sebesar Rp. 4.000.000. Untuk membayar hutang kredit tersebut berarti petani harus mengeluarkan produksi sebanyak 2.000 kg. Dari hasil pantauan di lapangan saat ini produksi kelapa sawit yang ada sekitar 3.000 kg perbulan artinya pendapatan kotor petani  tinggal 1.000 kg atau jika dikalikan dengan harga               Rp. 2000/kg adalah Rp. 2.000.000. Jika dikurangi dengan biaya produksi Rp. 700/kg  maka biaya produksi adalah Rp. 2.100.000. maka sang petani tersebut sudah mengalami kerugian sebanyak Rp. 100.000/bulan. Itu masih untuk membayar hutang di bank bagaimana lagi dengan biaya hidup, hutang kredit kendaraan bermotor dan hutang lainnya. Akibatnya petani tersebut terpaksa merelakan kendaraanya di tarik leasing 3 bulan kemudian dan tidak membayar hutang kredit ke bank. Bahkan dalam tempo setahun maka kebun sawitnya terpaksa di jual karena tidak sanggup lagi untuk membayar kredit bank.

Jika kita lihat ilustrasi di atas maka sifat konsumtif inilah yang menjerumuskan petani kelapa sawit menjadi gagal. Untuk menghindari ini dibutuhkan kerjasama semua pihak terutama dari bank untuk tidak memberikan pinjaman di atas kemampuan bayar petani karena secara tidak langsung akan menyengsarakan petani kalapa sawit tersebut.


Selain itu dibutuhkan bantuan pelatihan dari pemerintah untuk memberikan petani tentang bagaimana cara mengelola ekonomi rumah tangga sehingga dapat menjadi petani yang sukses bukan petani yang mewah tetapi kemudian mengalami kegagalan karena terlilit hutang. 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...